Penyesalan kah?

Sejenak saya mengenang yang telah lalu, saya tersadar bahwa ada 2 kesalahan dan 1 kebodohan terbesar yang saya lakukan dalam hidup saya.

Pertama adalah, dengan mudahnya melepaskan orang yang begitu saya cintai. 3 tahun 4 bulan saya habiskan waktu dengannya. Sampai sekarang saya juga tidak habis pikir mengapa saya mengambil langkah seperti itu. dia merupakan sosok lelaki yang sangat baik, setia, inspiratif dan bertanggungjawab dan  saya tidak tahu kenapa waktu itu saya begitu tega kepadanya. Namun,  kini dia sudah menikah dengan sosok wanita yang selama ini dia cari.  Sosok wanita yang sifatnya hampir mirip dengannya. Saya akui, bahwa dia adalah  lelaki yang sangat hebat dan sangat inspiratif yang pernah saya kenal dan temui. Dan sampai detik ini, saya akui bahwa saya masih mengagumi sosok seperti dia. Bukan berarti saya masih menyimpan rasa tetapi lebih dalam hal kepintaran dan kecerdasannya.

Kedua, kali kedua saya memutuskan orang yang begitu sangat sayangi. Alasannya sama dengan sebelumnya. Saya terkadang tidak tahu dan tidak mengerti tentang apa yang ada dalam pikiran dan benak saya, sehingga saya sebegitu teganya berbuat sperti itu. Saya terkadang bertindak sebegitu emosionalnya sampai-sampai tidak memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya. Saya menjalin hubungan dengannya selama 2 tahun 2 bulan. Sosok yang satu ini adalah tipe lelaki yang sangat sabar, penyayang dan romantis. Dan, tahun depan di bulan januari dia berencana akan menikah dengan pujaan hatinya. 1 hal yang saya kagumi darinya adalah cara dia memperlakukan wanita. Menurut saya, dia  termasuk lelaki yang sangat mengerti dan pandai untuk meluluhkan hati wanita dengan segala uapayanya hihihi.

Kebodohan saya adalah saya menjalin hubungan dengan laki-laki yang sekiranya saya anggap baik tetapi nyatanya dia mempunyai peringai yang buruk. Belajar dari pengalaman-pengalaman yang sebelumnya, saya mempunyai itikad untuk menghilangkan dan mencoba menghindari peringai emosional saya yang sekiranya bisa meluap sewaktu-waktu. Di saat menjalin hubungan dengannya, apa yang dia minta selalu saya penuhi dan saya pun menjadi seperti “kerbau yang ditancap hidungnya”. Untungnya, hubungan kami hanya bertahan 6 bulan saja. Singkat sekali bukan? Namun, kedekatan kami sebenarnya masih berlanjut sampai april 2012 ini. Ternyata apa yang saya lihat dengan mata itu tidak selamanya sama dengan apa yang ada di hati. Alhamdulillah, Allah telah membuka mata saya dan menunjukkan kepada jalan yang benar. Dan sekarang hubungan kami pun sudah berakhir khir khir khirr.

Miris sekali bagi saya ketika saya sudah lelah untuk mencari yang baru tetapi tiba-tiba datang seorang pria berkuda yang menawarkan cinta dengan segala bujuk rayunya tetapi manisnya hanya di awal saja selebihnya pahit, sepahit bratawali. Jika mengingat hal itu rasanya seperti tersayat-sayat pisau. *tsaaaaaaah* Sebelumnya saya mempunyai mimpi ingin menikah sebelum menginjak usia 25 tahun. Namun, saya telah memilih pilihan yang salah. Saya sudah berusaha sekuat mungkin untuk memperbaiki diri dalam hal pengendalian emosi, tetapi saya malah mendapat orang yang belum tepat. Sebelumnya, kami pun telah membuat komitmen akan menikah, tetapi apadaya. Ternyata, Allah tidak mengijinkan saya untuk bersamanya. Mungkin bagi lelaki, menikah di umur 30an adalah hal yang wajr, tetapi lain hal nya dengan wanita. Menikah bagi wanita adalah momok yang sangat besar jika sudah mendekati usia 30 tahun. Bisa jadi, hal tersebut dikatakan sebagai women ‘s milesotne. Oleh karenanya tidak sedikit wanita yng berkeinginan untuk menikah di usia muda.

Saya tidak mengerti apa yang saya rasakan sekarang ini. Antara senang melihat orang lain bahagia taupun sedih melihat orang lain bahagia. Saya behagia ketika mendapat kabar kalau mereka sudah dan akan menikah. Namun, saya sedih dikarenakan, mengapa saya belum menemukan sosok yang lebih baik seperti mereka. Saya sedih mengapa dahulu saya bertindak seperti itu terhadap mereka. Apakah ini yang disebut dengan penyesalan? Atau apakah ini yang disebut rasa iri? Ya Allah, sungguh saya bingung tentang apa yang saya rasakan ini. Jauhkan hambamu dengan perasaan iri atau penyakit hati lainnya ya Allah :(

Dan, salahkah saya bila saya mengkategorikan hal tersebut sebagai kesalahan dan kebodohan dalam hidup? Salahkah saya bila ini disebut sebagai rasa penyesalan dan balasan terhadap apa yang telah saya perbuat?

Memang hakikatnya, kita tidak boleh menyebut sesuatu itu kesalahan atau kebodohan, karena Allah telah memberi kesempatan untuk bernafas saja merupakan suatu nikmat yang tidak terkira. Namun, terkadang manusia kurang bersyukur terhadap nikmat yang telah Dia berikan. Jadi, apakah saya termasuk orang yang kurang bersyukur?

Pikiran-pikiran inilah yang selalu berkecimuk dalam otak saya. Dan saya pun tidak mengerti bagaimana cara untuk membenahinya. Di satu sisi, saya masih sakit dan takut untuk menjalin hubungan dengan orang baru. Di lain hal, sangat tidak mungkin untuk saya mempertahankan rasa itu karena akan semakin lama target saya untuk menikah. Ibarat, ¾ nya masih tertutup, seperempatnya sedikit terbuka *sigh*

Penyesalan memang selalu datang di akhir tetapi jangan jadikan penyesalan sebagai suatu endapan yang nantinya akan mengeras dan membesar menjadi karang penghalang  yang besar dalam hidup. Karang yang dapat meghalangi dan menghambat mimpimu. Namun, alangkah baiknya jadikanlah semuanya sebagi batu loncatan untuk menapak kehidupan yang lebih baik dan sebagai sarana untuk memparbaiki kualitas diri serta lebih untuk mendekatkan diri ke Maha Kuasa, Allah SWT. Jika batu itu adalah rasa sakit hati yang dirasa dan air adalah rasa bersyukur dan upaya pendekekatan kepada Allah, bisa diibaratkan batu itu akan selalu tercurahkan air yang nantinya batu akan terkikis dan lama kelamaan akan habis. Bisa dikatakan juga seperti hati keras lama kelamaan menjadi lunak karenaNya. Dan sadarilah, betapa besar nikmat yang Allah berikan kepada kita sampai detik ini. Subhanallah walhamdulillah allahuakbar.

Tetapkanlah cinta sejati hamba hanya kepadaMu ya Allah, karna hanya padamulah hamba berserah diri dan kembali.

Rabbana hablana miladunka zaujan thayyiban wayyakuna shahiban li fiddini wadunya wal akhirah. Aamiin Ya Rabbalalamin.


KEEP PRAYING, KEEP STRUGGLING   J

Comments

Popular Posts